Rabu, 06 Agustus 2008

Tugas 5

1. Motivasi, Frustasi, dan Konflik

Motivasi

Motivasi adalah keadaan dalam diri individu yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan kata lain menurut Kartini Kartono adalah dorongan terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan (driving force) di sini dimaksudkan: desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup.

Sedangkan menurut Muslimin motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh organisasi.

Untuk menghindarkan kekurangtepatan penggunaan istilah motivasi ini, perlu dipahami pendapat M. Manullang tentang adanya istilah-istilah yang mirip dan sering dikacaukan tentang motivasi tersebut antara lain: motif, motivasi, motivasi kerja, dan insentif.

a. Motif

Kata motif disamakan artinya dengan kata-kata motive, motif, dorongan, alasan dan driving force. Motif adalah daya pendorong atau tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak. Dikatakan bahwa rumusan yang berbunyi motive are the way of behaviour adalah tepat. Artinya, mengapa timbul tingkah laku seseorang, itulah motive.

b. Motivasi

Motivasi adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memberikan kekuatan (energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan. Oleh karena itu tidak akan ada motivasi, jika tidak dirasakan rangsangan-rangsangan terhadap hal semacam di atas yang akan menumbuhkan motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh memang dapat menjadikan motor dan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan.

c. Motivasi kerja

Bertolak dari arti kata motivasi tadi, maka yang dimaksud dengan motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Atau dengan kata lain pendorong semangat kerja. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja menurut Ravianto adalah: atasan, rekan sekerja, sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan dan tantangan. Jadi motivasi individu untuk bekerja sangat dipengaruhi oleh sistem kebutuhannya.

d. Insentif

Istilah insentif (incentive) dapat diganti dengan kata: alat motivasi, sarana motivasi, sarana penimbulan motive atau sarana yang menimbulkan dorongan. Dengan pembatasan-pembatasan penggantian istilah-istilah tersebut diatas, dapatlah dihindari pengkacaubalauan penggunaan istilah yang menyangkut motivasi tersebut.

Frustasi

Di dunia ini banyak pilihan yang tampak benar oleh kita tetapi terkadang lupa kita pikirkan manfaat dan ruginya, padahal tidak semua pilihan yang tampak benar itu bermanfaat pula buat kita. Contoh paling dekat di sini, misalnya saja kita pernah terkena pukulan dahsyat oleh keadaan buruk masa lalu yang di luar kontrol kita sampai membuat kita ambruk, terkapar dan benar-benar gelap.

Hal yang paling pantas untuk dikatakan adalah kira-kira bahwa pukulan dahsyat demikian memang benar membuat orang mengalami luka batin serius, trauma, frustasi, distress, atau paling kecilnya adalah bingung dan merasa tak berdaya. Meskipun pilihan ini sepertinya tampak benar dan tampak wajar (manusiawi) oleh kita, namun jika ini berlanjut dalam kurun waktu yang lama, apalagi kita abadikan dalam ruang batin kita, maka yang menjadi masalah bukan benar-salah, melainkan apa untungnya dan apa ruginya buat kita.

Karena dunia yang memukul kita itu tampaknya tak menaruh peduli dengan untung-ruginya kita dengan pilihan kita, maka di sinilah perlunya kita memikirkan pilihan (response) yang menggunakan pertimbangan manfaat dan kerugian bagi kita (advantage annd disadvantage), bukan semata-mata menggunakan pertimbangan salah-benar (right and wrong) menurut versi kita berdasarkan ke-manusiawi-an kita.

Pertimbangan demikian sangat kita butuhkan agar kita tidak menjadi orang yang menderita “double trouble” (kesulitan ganda) oleh keadaan-buruk yang memang sudah nyata-nyata memberikan “trouble” buat kita. Syukur-syukur kita bisa menjadi orang yang lebih tercerahkan gara-gara kita pernah mengalami kegelapan. Syukur-syukur kita menjadi orang yang lebih kuat gara-gara pernah dibikin tak berdaya oleh pukulan buruk.

Hambatan Batin

Secara umum bisa dikatakan bahwa sebetulnya tidak satupun orang yang menginginkan dirinya menderita “double trouble” akibat adanya trouble, dibikin menjadi gelap oleh kegelapan, dibikin menjadi semakin menderita oleh penderitaan. Kita semua menginginkan terbit terang setelah gelap, solusi setelah problem, dan seterusnya.

Pembelajaran

Di bawah ini adalah sebagian dari sekian hal yang bisa kita pilih sebagai proses pembelajaran-diri agar kita tidak dengan mudah dibikin menjadi semakin buruk oleh pukulan buruk, dibikin ambruk selamanya oleh pukulan buruk yang membuat kita roboh. Kalah itu biasa, roboh itu biasa tetapi yang luar biasa buruknya buat kita adalah putus asa, patah harapan, trauma abadi, dan semisalnya. Hal-hal yang bisa kita lakukan itu antara lain:

  1. Belajar mengontrol diri (self control)

Kontrol-diri adalah kemampuan kita untuk menjaga diri kita dengan cara melakukan dua hal:

  • Latihan menyuruh diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat /membawa keuntungan buat kita. Kalau batin kita sedang gelap akibat pukulan, maka kitalah yang harus berlatih meyuruh diri sendiri untuk mencerahkannya dengan misalnya melakukan hal-hal positif, mengodpsi pikiran-pikiran positif, dan seterusnya.

  • Latihan melarang diri sendiri agar tidak melakukan hal-hal yang akan membawa kerugian buat kita. Sedikit demi sedikit, belajarlah melarang diri sendiri agar tidak cepat larut, agar tidak larut berkepanjangan, dan sedikit demi sedikit melarang diri sendiri supaya tidak melawan petunjuk pengetahuan, pengalaman dan kesadaran kita.

Belajar mengontrol diri akan membuka peluang untuk menang melawan keperkasaan nafsu egoisme kita. Kitalah yang mengangkat diri kita untuk menjadi pengambil keputusan, penguasa, dan penentu langkah kita.

  1. Jadikan “Defining moment”

Sebetulnya semua orang pernah mendapatkan pukulan buruk dari keadaan yang diluar kontrol kita, terlepas adanya perbedaan kadar dan jenis. Apa yang akhirnya sering menjadi pembeda adalah, di sana ada orang yang menjadikan pukulan buruk itu sebagai defining moment untuk melakukan perubahan-diri ke arah yang lebih baik dan di sana ada orang yang membiarkan dirinya terbawa arus pukulan buruk.

Memilih yang pertama akan membuat kita menjadi orang yang mendapatkan untung dari keadaan dalam bentuk trasformasi-diri: dari buruk ke baik, dari kalah ke kuat, dan dari gelap ke cerah. Karena itulah kita perlu belajar menjadikan pukulan-pukulan buruk, dari mulai yang terkecil, sebagai momen untuk menentukan perubahan ke arah yang lebih baik, apapun bentuknya, dan seberapapun besarnya.

Dengan memiliki perasaan baik terhadap diri kita, terhadap keadaan yang melingkupi kita akan membuat kita bisa memilih tindakan-tindakan baik (ikhtiar). Memilih tindakan yang baik terhadap peristiwa buruk yang menimpa kita akan menjadi alasan bagi Tuhan untuk menghadirkan balasan yang bagus buat kita.

Hal ini akan berbeda dengan ketika kita membiarkan pukulan buruk itu berlalu begitu saja, atau mengumpatnya dengan ledakan-ledakan negatif yang tidak berujung pada lahirnya tindakan-tindakan positif dari kita. Sepertinya, ini tidak ada transformasi-diri dan tidak ada pencerahan-diri dari kita.

Kita menjadi lebih bijak bukan karena kita pernah terkena pukulan buruk. Kita menjadi bijak karena kita menghayati pukulan itu. Sepertinya ada kesamaan antara menu makanan dan pelajaran yang ditawarkan oleh praktek hidup ini. Yang menentukan bukan masalah sedikit banyaknya makanan yang kita masukkan ke mulut kita, melainkan makanan yang sanggup dicerna oleh diri kita.

  1. Belajar memperbaiki sistem solusi

Kalau seseorang tidak punya uang, maka solusi yang tersedia di depannya adalah: dari mulai mencuri, menipu, korupsi, berhutang, bekerja, berdagang, berbisnis, dan seterusnya. Meskipun semua itu bisa dikatakan solusi dalam pengertian peng-akhir masalah, tetapi yang berbeda adalah, ada solusi sementara dan ada solusi yang benar-benar solusi. Ada solusi yang menjadi awal masalah dan ada solusi yang menjadi akhir masalah. Inilah gambarannya.

Begitu juga dengan masalah atau pukulan-pukulan buruk yang menghantam kita setiap saat yang tak terduga-duga. Memang benar, bahwa selama kita masih ditakdirkan hidup pasti di sana tidak ada masalah atau pukulan yang akan membuat kita mati. Pasti di sana ada solusi, peng-akhir. Bahkan kita biarkan pun terkadang berjalannya waktu akan ikut andil untuk menyelesaikannya.

Karena yang kita inginkan adalah selalu menjadi yang lebih baik, maka di sinilah kita perlu memperbaiki sistem yang kita anut dalam menyelesaikan masalah dan pukulan yang kedatangannya tanpa diundang. Kita bisa memperbaikinya dengan cara:

  • Menaikkan kecepatan dalam menarik diri

  • Menaikkan kualitas (efektif / efisien)

  • Menaikkan kuantitas tindakan positif yang kita munculkan

Dan masih banyak lagi jurus-jurus yang bisa kita tempuh, selama kita menggunakan pendekatan penyembuhan luka batin bagi orang dewasa.

Konflik

Berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Faktor penyebab konflik

  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Jenis-jenis konflik

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :

  • konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))

  • konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).

  • konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).

  • konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)

  • konflik antar atau tidk antar agama

  • konflik antar politik.

Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

  • meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.

  • keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.

  • perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.

  • kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.

  • dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:

  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.

  • Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.

  • Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

Contoh konflik

2. Kepribadian dan Cara Mengukurnya

Kepribadian
Menurut Psikologi modern memandang bahwa kepribadian sebagai keseluruhan kualitas tingkah laku dan kepribadian seseorang. Dalam pengertian yang lain kepribadian pada hakikatnya adalah organisasi /susunan yang dinamis daripada sistem psiko-fisik yanga ada dalam diri individu sebagai sarana agar yang bersangkutan mampu menyesuaikan dirinya secara unik atau khas terhadap lingkungannya. Istilah "dinamis" dalam definisi tersebut menunjukkan bahwa pada hakikatnya kepribadian itu dapat berubah, baik dalam hal kualitas maupun tingkah lakunya. Sedangkan kata "organisasi" merujuk pada pengertian bahwqa kepribadian itu terbentuk sebagai sebuah struktur yang koko, dan istilah "psiko-fisik " merujuk pada pengertian kebiasaan-kebiasaan, sikap, nilai keyakinan, kondisi, ekonomi, motif-motif, dan sebagainya. Kesemuanya menunjukkan bahwa meski kepribadian bersifat psikologis, akan tetapi pada dasarnya ia melibatkan dan di ekspresikan oleh organ fisiknya, yakni oleh saraf, kelenjar /temperamen, sifat, watak, dan kondisi tubuh pada umumnya.

Secara Umumkepribadian dapat di ukur seperti pada berikut ini:

- Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat, tidak kaku,

- bebas, cerdas, dapat dipercaya, sungguh-sungguh, tidak reflektif,

- emosi stabil, realistis, gigih, emosi mudah berubah, suka menghindar, mengkritik, dan

- dominan, menonjolkan diri, dalam keadaan tertentu suka mengalah.

3. Interaksi Sosial

Di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan keragaman bangsa serta suku adalah dalam rangka saling kenal mengenal satu sama lain. Seorang alim pernah berkata dalam salah satu tausiyahnya bahwa kesempurnaan fitrah seseorang bisa dilihat dari mampunya ia berinteraksi dengan sesama manusia. Manusia merupakan makhluk sosial yang tak akan lepas dari sebuah keadaan yang bernama interaksi.

Begitu luasnya daratan serta lautan yang membentang dari timur hingga barat yang sebagiannya dihuni oleh manusia dengan ragam peradaban serta adat istiadat. Bermulanya peradaban suatu masyarakat tentu tidak terlepas dari adanya interaksi sosial yang terjadi diantara manusia, baik diantara anggota masyarakat dalam satu komunitas maupun interaksi yang terjadi dengan anggota masyarakat lain diluar komunitasnya.

Keunikan suatu peradaban masyarakat yang satu dengan yang lainnya telah menghasilkan begitu banyaknya ragam kekayaan dalam budaya, seperti banyaknya jenis bahasa yang digunakan sebagai salah satu syarat interaksi. Interaksi yang terjadi antar sesama manusia dengan latar belakang yang berbeda, baik budaya maupun karakter pribadi yang melekat pada diri masing-masing sudah pasti suatu ketika akan menimbulkan gesekan-gesekan, bisa berupa kesalah pahaman dalam memandang suatu keadaan ataupun perbedaan sudut pandang. Namun dalam islam, kenyataan seperti ini tidaklah menjadikan seorang surut dan urung niat serta lebih memilih menyendiri daripada berinteraksi dengan sesama.

Jika manusia bisa melihat bahwa gesekan-gesekan yang terjadi dalam berinteraksi sosial merupakan sebagai bahan pelajaran dan ujian kesabaran serta memandangnya sebagai sebuah tantangan dalam kehidupan yang majemuk, maka hal ini merupakan sebuah keutamaan sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya bahwa seorang mukmin yang bergaul dan bersabar terhadap gangguan manusia, lebih besar pahalanya daripada yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar dalam menghadapi gangguan mereka (HR. Ahmad dan At tirmidzi).

Siapapun yang mengerti makna kemanfaatan tentu tidak akan menjadikan segala sesuatunya menjadi sia-sia. Mereka selalu berharap bahwa dalam setiap interaksi sosial yang terjadi terdapat nilai ibadah serta berharap akan menyebarnya nilai-nilai positif dalam tiap diri yang terlibat didalamnya. Dan Pada akhirnya, apa yang dihasilkan dari sebuah interaksi dapat membangun semangat keimanan dalam mengajak manusia menuju ke jalan yang diridhoi Allah SWT serta munculnya rasa kasih sayang, tolong menolong dalam hal kebaikan dan perbaikan serta persaudaraan sehingga semakin meningkatkan kualitas penghambaan kepada Allah SWT dari waktu ke waktu.

Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya

Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process

Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana.

Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.


Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan proses asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, di mana terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu-individu atau kelompok-kelompok manusia berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha itu dilakukan untuk mencapai suatu kestabilan. Sedangkan Asimilasi merupakan suatu proses di mana pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok

Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Bentuk kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang sifatnya berada antara persaingan dan pertentangan. Sedangkan pertentangan merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.

4. Normalitas Seseorang ditandai dengan:

a. Persepsi yang efisien terhadap kenyataan yang dihadapi
b. Mengenali dirinya sendiri
c. Mampu mengendalikan perilakunya
d. Memiliki harga diri dan diterima oleh lingkungannya
e. Mampu memberi perhatian kepada orang lain
f. Produktif
g. Mampu memposisikan diri sebagai makhluk individu dan makhluk sosial
h. Mengerti hak dan kewajiban
i. Bisa beradaptasi dengan lingkungan
j. Berbaur dan berinteraksi dengan masyarakat/warga
k. Bisa menciptakan kerukunan dan keharmonisan lingkungan
l. Tunduk dan patuh pada aturan/norma masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis
m. Ikut terlibat dalam kegiatan yang ada
n. Berperan serta dalam suatu acara
o. aktif dalam kegiatan rutin yang ada (siskamling, pengajian, dsb)
p. Turut serta untuk memajukan desa/lingkungannya
q. Mampu menyesuaikan cara dan gaya hidup masyarakat dengan lingkungan sekitar.

Sekali lagi terimakasih banyak untuk Bapak Darsana atas bimbingan dan ilmunya. Semoga Bapak sehat selalu dan diberikan kemudahan dalam setiap urusan.

Selasa, 05 Agustus 2008

Tugas 4

Kasus Anarkisme Remaja


BARU-BARU ini, kita dikejutkan adanya berita terkait aksi kekerasan dan anarkisme yang dilakukan oleh para siswa. Puluhan siswa di sebuah SMK di Yogyakarta yang semula hanya menggelar unjuk rasa, tiba-tiba menjadi beringas dan bertindak anarkis dengan melakukan perusakan terhadap gedung dan fasilitas di lingkungan sekolah mereka. Fakta ini tentunya membuat hati kita (para pendidik dan juga publik) merasa trenyuh dan prihatin. Para siswa yang selama ini kita harapkan menjadi insan terdidik, cerdas intelektual serta memiliki SDM yang andal, senyatanya malah terjerat oleh salah satu penyakit masyarakat (patologi sosial), yakni terjebak untuk berperilaku anarkis, beringas dan radikal.

Aksi kekerasan yang saat ini sering dilakukan oleh para siswa/remaja harus dilihat dari dua sisi. Dari sisi peserta didik, keberadaan siswa nakal, pengganggu, jahil, tukang palak dan tingkah laku trouble maker lainnya, oleh pakar psikologi dipandang sebagai upaya mencari dan menunjukkan ‘jati diri’ serta menjaga eksistensinya sebagai remaja. Senyatanya, emosi seseorang pada masa remaja yang masih labil dan sering tak terkendali, menjadi faktor pemicu para siswa/remaja nekat melakukan tindakan anarkis -- bahkan kriminal. Namun, sering kali, kita, pihak sekolah, kalangan pendidikan, lingkungan rumah dan masyarakat kurang serius memberi perhatian sehingga kenakalan dan emosi remaja yang tak terkendali itu berkembang menjadi benih kejahatan yang lebih serius.

Ketika kenakalan dan efek labilitas emosi para siswa/remaja menjelma menjadi aksi kejahatan, kekerasan dan anarkisme, biasanya kita baru menyesali, bahkan saling menyalahkan. Untuk mengantisipasi kenakalan dan labilitas emosi siswa/remaja berkembang menjadi aksi anarkis atau tindak kriminal yang dapat menyeret pelakunya ke jalur hukum atau mematikan masa depannya, sedikitnya ada dua hal yang bisa ditawarkan. Pertama, mengefektifkan peran guru Bimbingan Konseling (BK) untuk proaktif menangani kasus-kasus siswa bermasalah secara tuntas. Dalam hal ini diperlukan kecermatan mendeteksi perilaku mana yang masih dalam tahap wajar dan mana yang berpotensi berkembang menjadi tindak anarkis dan kriminal.

Dalam konteks ini, guru BP, pihak sekolah dan orangtua siswa harus bekerja sama dengan pihak eksternal, seperti aparat keamanan dan pemuka agama untuk secara bersama-sama melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para siswa. Dengan begitu, kemungkinan kriminalitas dan perilaku anarki di kalangan siswa/remaja dapat dicegah sejak dini. Kedua, dengan mengajarkan pendidikan ‘kecerdasan emosi’ (emotional quotient/EQ) kepada para siswa dan seluruh sivitas di lingkungan sekolah. Pendidikan kecerdasan emosi bukan hanya memperluas isi dari kurikulum sekolah, tapi juga dapat memodifikasi hubungan kehidupan sehari-hari siswa dengan sekolah.

Dalam buku ‘Kecerdasan Emosional’, Daniel Goleman menganjurkan agar memasukkan pelatihan emosi dalam kegiatan yang berbasis pada komunitas atau melibatkan banyak pihak, seperti kegiatan ekstrakurikuler, OSIS, pramuka, kelompok diskusi buku, perkumpulan orangtua murid, kelompok seni, pecinta alam dan lain sebagainya. Materi pendidikan EQ itu antara lain: (1) mengenal diri sendiri sehingga siswa dapat mengenali perasaan yang timbul beserta penyebabnya, (2) menata emosi untuk mengarahkan dirinya sendiri secara positif pada saat kondisi mereka sedang menurun, seperti marah, takut, cemas atau sedih, (3) empati, dalam arti mengetahui perasaan dan perspektif orang lain, (4) komunikasi untuk membangun suatu hubungan yang baik yang menguntungkan semua pihak; (5) kerja sama yang efektif dan sebagai puncaknya adalah (6) menyelesaikan konflik. Dengan mengoptimalkan dua upaya ini, diharapkan kasus-kasus kriminalitas dan anarkisme yang melibatkan para siswa serta pelaku pendidikan lainnya, tak akan terulang lagi di masa-masa mendatang. q - c *) Penulis, Guru (GTT) Bimbingan Konseling, SMAN 1 Bayat, Klaten.

Kekerasan Remaja Putri

Dari fenomena kekerasan yang dilakukan oleh kaum remaja (SMP/SMA) harus menjadi intropeksi bagi orang tua dan kalangan pendidikan. Sebab berbagai informasi (media) kadang hanya diterima mentah oleh mereka tanpa melakukan filterisasi, guna memilah mana yang baik dan buruk.

Sebuah tulisan dari Toto Asmara (1997) “ Tontonan jadi Tuntunan”. Dikatakan bahwa ketika tontonan menjadi tuntunan dan hiburan menjadi panutan atau sebaliknya pada saat tuntunan menjadi tontonan dan panutan berubah menjadi tepukan tidak tergerakkah nurani kita untuk mengubah wajah dan akidah kita?

Pasalnya berbagai adegan kekerasan yang ditayangkan media (televisi/film) sangat mempengaruhi perilaku penontonnya yang berjiwa labil. Sehingga tayangan tersebut dapat menjadikan Hypnotic Movie yaitu tontonan yang mampu mempengaruhi pola tindak penontonnya.

Dalam berbagai penelitian disimpulkan bahwa adegan keras yang ditayangkan film dan televis erat kaitannya dengan peningkatan tindakan kriminalitas. Dalam teori tingkah laku, seorang akan bertingkah laku sesuai dengan model idolanya. Mereka membuat imitasi, internalisasi dan bertindak seakan-akan (as if). Kini tontonan tidak lagi berada di luar rumah, tetapi sudah masuk ke kamar tidur dengan sangat memikat melalui saluran televisi.

Kaum remaja kita digoda the hidden persuader (perayu tersembunyi) termasuk kekerasan. Saatnya orang tua intropeksi dari ”hati ke hati”. Kadang orang tua merasa tidak punya banyak waktu untuk mengajak dan bercengkerama dengan anak-anak secara serius dalam kehangatan. Demi mengejar materi melupakan pentingnya kebersamaan, silaturahmi, mengasuh, mendidik, mengajar, mendampingi dalam ruang yang guyub.

Pendampingan orang tua, guru dan pemuka masyarakat harus intens.Orang tua kadang lebih menaruh kepercayaan dan menyerahkan perkembangan anak-anak di kelompok sosial masing-masing. Sesungguhnya anak-anak butuh sebuah perlindungan, keakraban, persaudaraan dengan orang tua dalam mengarungi pergaulan sosialnya. Seharusnya orang tua tidak hanya cukup memberi jaminan material kepada anak-anaknya yang berupaya menemukan identitas. Yang paling prinsip (urgen) bagaimana orang tua menerapkan mekanisme kontrol kepada anak-anaknya dalam pergaulan.

Dalam pendidikan di sekolah masa remaja (puber) merupakan masa-masa rawan dalam mencari jati diri. Guru harus peka terhadap segala perubahan perilaku dan gejolak sosial siswanya.Kegelisahan yang muncul menjadikan mereka berusaha mencari teman yang se-ide atau sepandangan. Para Remaja berkumpul dengan alasan kegelisahan yang sama. Lalu munculah nama geng sebagai identitas kelompok untuk mengekspresikan diri. Ironisnya ekspresi negatif sering lebih mengemuka dari pada melakukan tindakan positif. Disinilah tuntunan dari guru akibat tontonan media di pertaruhkan.

Mengutip pendapat George Shinn, “ kita harus ingat bahwa tiada kekuatan lain bagi keseluruhan umat manusia yang berlutut dan mengharapkan tuntunan Tuhan”. Marilah kita bersama-sama saling berusaha, berintopeksi dan menjaga demi masa depan anak didik menjadi insan yang baik, jujur, dan bertanggung jawab. Penanaman nilai baik buruk melalui perintah dan larangan agama janganlah berhenti di ajarkan kepada siswa.

Menjadi tugas bersama untuk menyelamatkan generasi muda kita dari maraknya aksi kekerasan. Usaha mereduksi dan mengelemeini agar aksi tidak semakin meluas, mempengaruhi dan merusak mental perlu sikap ketegasan dari orang tua, pelaksana pendidikan, tokoh masyarakat dan Pemerintah.

Pasalnya moralitas pendidikan anak-anak kita sudah tidak jelas (absurd). Bagaikan gunung es berkenaan dengan kekerasan yang timbul saat ini. Upaya “menyelamatkan” mereka menjadi tanggung jawab bersama.







Tugas 3

Stress (Psikologis)

Stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak berbahaya atau sulit. Stres membuat tubuh untuk memproduksi hormone adrenaline yang berfungsi untuk mempertahankan diri. Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia. Stres yang ringan berguna dan dapat memacu seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih berpikir dan berusaha lebih cepat dan keras sehingga dapat menjawab tantangan hidup sehari-hari. Stres ringan bisa merangsang dan memberikan rasa lebih bergairah dalam kehidupan yang biasanya membosankan dan rutin. Tetapi stress yang terlalu banyak dan berkelanjutan, bila tidak ditanggulangi, akan berbahaya bagi kesehatan.

Gejala-gejala

  • Menjadi mudah tersinggung dan marah terhadap teman, keluarga dan kolega.

  • Bertindak secara agresif dan defensif

  • Merasa selalu lelah.

  • Sukar konsentrasi atau menjadi pelupa.

  • Palpitasi atau jantung berdebar-debar.

  • Otot-otot tegang.

  • Sakit kepala, perut dan diare.

Komplikasi

  • Tekanan darah tinggi dan serangan jantung.

  • Sakit mental, hysteria.

  • Gangguan makan seperti hilang nafsu makan atau terlalu banyak makan.

  • Tidak bisa tidur (insomnia).

  • Migren/kepala pusing.

  • Sakit maag.

  • Serangan asma yang tambah berat.

  • Ruam kulit.

Penyebab

  • Kejadian hidup sehari-hari baik gembira dan sedih seperti:
    - Menikah/mempunyai anak.
    - Mulai tempat kerja baru/pindah rumah/emigrasi.
    - Kehilangan orang yang dicintai baik karena meninggal atau cerai.
    - Masalah hubungan pribadi.

  • Pelajaran sekolah maupun pekerjaan yang membutuhkan jadwal waktu yang ketat, dan atau bekerja dengan atasan yang keras dan kurang pengertian.

  • Tidak sehat.

  • Lingkungan seperti terlalu ramai, terlalu banyak orang atau terlalu panas dalam rumah atau tempat kerja.

  • Masalah keuangan seperti hutang dan pengeluaran di luar kemampuan.

  • Kurang percaya diri, pemalu

  • Terlalu ambisi dan bercita-cita terlalu tinggi.

  • Perasaan negatif seperti rasa bersalah dan tidak tahu cara pemecahannya, frustasi.

  • Tidak dapat bergaul, kurang dukungan kawan.

  • Membuat keputusan masalah yang bisa merubah jalan hidupnya atau dipaksa untuk merubah nilai-nilai/prinsip hidup pribadi. Yang dapat anda lakukan

Bagaimana mencegah stress ?

  • Lihat/ukur kemampuan sendiri. Belajar untuk menerima apa adanya dan mencintai diri sendiri.

  • Temukan penyebab perasaan negatif dan belajar untuk menanggulanginya. Jangan memperberat masalah dan coba untuk sekali-kali mengalah terhadap orang lain meskipun mungkin anda di pihak yang benar.

  • Rencanakan perubahan-perubahan besar dalam kehidupan anda dalam jangka lama dan beri waktu secukupnya bagi diri anda untuk menyesuaikan dari perubahan satu ke yang lainnya.

  • Rencanakan waktu anda dengan baik. Buat daftar yang harus dikerjakan sesuai prioritas.

  • Buat keputusan dengan hati-hati. Pertimbangkan dengan masak-masak segi baik atau buruk sebelum memutuskan sesuatu.

  • Biarkan orang lain ikut memikirkan masalah anda. Ceritakan kepada pasangan hidup, teman, supervisor atau pemimpin agama. Mereka mungkin bisa membantu meletakkan masalah anda sesuai dengan proporsinya dan menawarkan cara-cara pemecahan yang berguna.

  • Bangun suatu sistim pendorong yang baik dengan cara banyak berteman dan mempunyai keluarga yang bahagia. Mereka akan selalu bersama anda dalam setiap kesulitan.Jaga kesehatan, makan dengan baik, tidur cukup dan latihan olahraga secara teratur.

  • Rencanakan waktu untuk rekreasi.

  • Tehnik relaksasi seperti napas dalam, meditasi atau pijatan mungkin bisa membantu menghilangkan stress.





Hubungan Stress dengan Maag


Karena kesibukan bekerja dan berkativitas, terkadang rasa lapar tak dihiraukan. Karena dikejar deadline atau pun kejar target. Kebiasaan seperti ini terkadang membuat gejala mag melanda. Apa seh, mag itu sebenarnya?

Radang lambung atau bisa disebut mag adalah gejala penyakit yang menyerang lambung dikarenakan terjadi luka atau peradangan pada lambung yang menyebabkan sakit. Penyebabnya bisa karena penderita makannya tidak teratur atau sebab lain.

Mag juga bisa terjadi apabila si penderita telat makan, kemudian sewaktu makan si penderita mag makan terlalu banyak akan terasa sakit. Sedangkan bagi penderita mag yang sudah parah, penyakit mag tersebut sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian.

Mag bisa disembuhkan tetapi tidak bisa sembuh total, maag adalah penyakit yang 'kambuh' apabila si penderita tidak makan teratur, terlalu banyak makan, atau sebab lain. Tetapi mag dapat di cegah, yaitu dengan cara makan teratur, makan secukupnya, dan jangan jajan sembarangan.

Selain itu, juga bisa menimbulkan mag. Sakit mag timbul pada lambung yang disebabkan terkontrolnya produksi asam lambung. Gejalanya seperti perih pada lambung, terutama pada saat telat makan, perut terasa kembung, sering bersendawa, mual, dan kadang-kadang juga diikuti muntah.

Seringkali asam lambung memang naik sampai ke mulut sehingga mulut terasa asam, namun tidak selalu demikian. Pada penderita sakit mag yang parah, bahkan dapat menyebabkan pingsan. Jika sakit maag tidak segera diatasi, akan timbul gangguan kesehatan lain yang lebih parah, antara lain lambung menjadi luka yang disebut tukak lambung. Semua gejala ini timbul akibat keseimbangan asam lambung yang terganggu.

Penyebab asam lambung terganggu, bisa dikarenakan stres. Karena stres bisa menyebabkan perubahan hormonal sedemikian rupa di dalam tubuh selanjutnya akan merangsang sel-sel di dalam lambung memproduksi asam dalam jumlah berlebihan. Asam yang berlebihan ini menyebabkan lambung terasa nyeri, perih dan kembung, yang lama kelamaan dapat membuat luka pada dinding lambung. Menghilangkan stres juga dapat menghilangkan mag.

Hal lain yang menyebabkan sakit mag adalah makan tidak teratur. Sebagaimana diketahui lambung asam, yang disebut asam lambung, yang sangat diperlukan membantu pencernaan. Tanpa asam lambung, makanan yang dimakan tidak dapat tercerna dengan baik. Sehingga zat-zat gizi tidak dapat diserap secara optimal oleh tubuh.

Jadi asam lambung dalam jumlah seimbang memang diperlukan tubuh, tetapi jika berlebihan akan menimbulkan penyakit. Produksi asam lambung biasanya meningkat pada saat tubuh memerlukannya, yaitu ketika sedang makan. Sebaliknya pada saat tidak memerlukannya produksi asam lambung akan menurun kembali.

Tubuh adalah suatu sistem yang sangat canggih.. Tubuh dapat merekam kebiasaan-kebiasaan buruk dan membentuk suatu pola tertentu yang disebut bioritme. Tubuh akan mempersiapkan diri sesuai dengan bioritme. Tubuh dapat mengingat kapan waktunya kita biasa makan dan bahkan berapa banyak. Pada saat itulah lambung mempersiapkan diri dengan memproduksi asam lambung yang kurang lebih sesuai jumlahnya, agar ketika makanan masuk, lambung dapat mencerna makanan dengan baik.

Jika pola makan tidak teratur, tubuh menjadi "bingung", kapan saat yang tepat memproduksi asam lambung dan berapa banyak yang harus diproduksi. Akibatnya produksi asam lambung tidak seimbang, dan timbullah sakit mag.

Stres dan juga makan tidak teratur dapat dapat memproduksi zat asam dalam jumlah yang berlebihan dan tidak seimbang. Oleh karena itu, coba diusahkan agar dapat makan dengan teratur dan untuk menghilangkan gejala-gejala sakit mag harus menghindari makanan yang pedas dan asam. Sebab dapat meningkatkan produksi asam lambung.

Demikian pula obat-obat tertentu, misalnya obat pusing, demam dan sakit gigi, ada yang dapat memperparah sakit mag juga harus dihindari.


Fungsi Hemisparium Cerebri Kanan (Otak Kanan)



Belahan otak kanan memiliki fungsi yang khusus yang berlainan dengan belahan otak kiri. Belahan otak kanan memiliki fungsi: acak, tidak teratur, intuitif, dan menyeluruh.

Fungsi Otak Kanan:

  1. Acak

  2. Tidak Teratur

  3. Intuitif

  4. Menyeluruh

1. Acak

Acak yang dimaksud di sini adalah bahwa belahan otak kanan bekerja menghasilkan suatu ide, atau suatu kesimpulan tidak melalui suatu proses berpikir yang kaku. Dalam menghasilkan suatu lukisan yang indah seorang pelukis menemukan idenya tanpa harus berpikir logik. Ia berimajinasi dari suatu peristiwa pada peristiwa yang lain, dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain.

2.Tidak teratur

Belahan otak kanan memiliki karakterisik untuk berpikir tidak teratur. Ia dapat langsung pada ide pokoknya baru pada bagian lain yang lebih kecil, atau memulai sesuatu tanpa ada tahapan yang jelas.

3. Intuitif

Berpikir intuitif adalah berpikir di mana ide atau gagasan didapat tanpa melalui proses berpikir yang rasional. Ide atau gagasan itu muncul saja dari dalam pikirannya tanpa ia mengetahui dari mana asal pikiran itu. Ketika berada dalam kamar mandi terkadang muncul solusi atas permasalahan yang sebelumnya tidak kita ketemukaan jawabannya. Atau tiba-tiba kita ingin sekali pergi menemui ibu kita di rumah tanpa ada sesutu yang terjadi sebelumnya. Itulah berpikir intuitif.

4. Menyeluruh

Berpikir menyeluruh adalah berpikir dengan mempertimbangkan banyak hal. Melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang, berbagai aspek. Dengan fungsi otak kanan ini, manusia dapat berpikir bahwa yang menyebabkan banjir bukan hanya karena hujan besar, akan tetapi banyak faktor lain lagi, seperti perilaku membuang sampah di kali, hilangnya daerah serapan air, banyaknya bangunan, dan lain sebagainya.

Cara berpikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan menyeluruh. Cara berpikirnya sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat nonverbal, seperti perasaan, dan emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaan (perasaan kehadiran suatu benda atau orang), kesadaran ruang, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas, dan visualisasi.

Fungsi Lain Belahan otak kanan:

Kreativitas

Konseptual

Inovasi

Gagasan

Analogi

Imaginasi / mengkhayal

Warna & gambar

Musik / melodi / irama

Tugas 2 Respon Syaraf

Pengaruh Internal dan Eksternal Pada Respon Syaraf


1. Sistem Manusia - Lingkungan

Dalam kehidupannya manusia berinteraksi dengan dua lingkungan, yaitu: lingkungan eksternal (fisik) dan lingkungan internal. Hubungan antara kedua lingkungan ini bersifat terbuka. Dari lingkungan eksternal manusia mendapatkan energi makanan (lemak dan karbohidrat), dan material-material lain (oksigen, air, protein, mineral dan vitamin) yang dibutuhkan oleh sel, jaringan dan organ. Bahan­-bahan dari lingkungan eksternal ini masuk ke dalam lingkungan internal.

Lingkungan internal mempunyai kemampuan mengorganisir material yang heterogen menjadi struktur yang homogen yang kita sadari sebagai keadaan yang dibutuhkan tubuh manusia. Keadaan yang homogen ini dicapai dan dikelola melalui proses-proses pengaturan dengan cara mengeluarkan simpanan energi (yang levelnya lebih besar) ke lingkungan. Kapasitas untuk mencapai keadaan homogen dari keadaan yang heterogen merupakan sifat dasar dari seluruh organisme hidup.

Tubuh manusia terdiri dari sel-sel, jaringan dan organ-organ yang terendam dalam lingkungan berair (lingkungan inilah yang disebut lingkungan internal). Lingkungan internal ini terdiri dari lebih kurang l5 liter cairan ekstra seluler (yang terdiri dari plasma darah, cairan getah bening dan cairan yang tersebar di antara jaringan) dan lebih kurang 30 liter air intra seluler. Jadi hampir 70 % dari berat tubuh manusia adalah air.

2. Konsep Homeostasis

Sehatnya fungsi sel, jaringan dan organ sangat berhubungan dengan keadaan atau status fisik dan kimia dari lingkungan internal. Sifat-sifat fisik meliputi suhu, tekanan osmotik dan berat jenis. Sifat kimia meliputi kandungan ion hidrogen (pH), tekanan parsial oksigen, konsentrasi elektrolit (sodium, potasium, posporus dan klorid) maupun kandungan (kadar) gula, asam amino dan lemak. Keadaan sehat tergantung dari keadaan pengaturan sifat-sifat fisik dan kimia. Simpangan yang besar dari keadaan seimbang selalu berhubungan dengan memburuknya fungsi organ (sakit). Tingkat pengaturan lingkungan internal ini pada umumnya teridentifikasi pada homeostasis.

Sifat lingkungan internal ditandai dengan simpangan yang kecil atau terkontrol. Yang tergambar dari keadaan ini adalah komposisi lingkungan internal bervariasi dengan sangat terbatas. Sifat yang paling ketat terjaga (teratur) adalah suhu, pH, tekanan osmotik dan konsentrasi beberapa elektrolit seperti sodium, potasium dan klorid. Sifat dengan pengaturan longgar terjadi pada konsentrasi enzim darah dan limbah dari metabolisme seluler. Sifat-sifat yang paling terjaga adalah hal yang paling vital pada effisiensi fungsi dari sel, jaringan dan organ. Sifat-sifat yang tidak terjaga tidak berhubungan atau tidak penting untuk kesehatan fungsi sel, jaringan atau organ.

Simpangan yang terbatas pada sifat fisik dan kimia lingkungan internal ini berarti ada pada keadaan yang mantap. Keadaan yang mantap bukan berarti keadaan yang tetap (statis) tetapi keadaan yang dinamis dengan simpangan yang terbatas (teratur). Keadaan ini dicapai dengan pengaturan fisiologis. Proses-proses pengaturan fisiologis inilah yang disebut dengan mekanisme homeostasis.

3. Mekanisme Homeostasis

Iritabilitas merupakan sifat dasar dari organ-organ tubuh manusia. Dengan iritabilitas berarti kita berespon terhadap perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan merupakan stimulus untuk terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan internal. Perubahan lingkungan akan berarti sebagai stimulus jika intensitas dan durasi dari perubahan lingkungan tersebut cukup untuk menimbulkan respon .

Sel, jaringan dan organ berespon terahadap lingkungan dengan dua cara. Pertama perubahan menimbulkan aksi langsung pada sel. Sebagai contoh : hadirnya suatu zat kimia (perubahan kimia) pada lingkungan internal menyebabkan proses-­proses seluler menjadi lebih cepat atau lambat. Hormon bekerja pada kejadian ini. Kedua, perubahan lingkungan terdeteksi oleh sel-sel khusus, yaitu sel-sel pada system syaraf. Pada kasus ini respon organ bersifat tidak langsung,, tetapi dimediai oleh sistem syaraf. Selanjutnya kita akan melihat bagaimana sistem syaraf berfungsi yang kemudian disertai dengan sistem endokrin.

3.1 Sistem Syaraf

Organ-organ tubuh manusia memiliki detektor yang sensitif (organ dengan tanggapan khusus) yang khusus menanggapi berbagai jenis rangsangan. Jadi pada tubuh manusia terdapat organ-organ yang menanggapi (bereaksi) terhadap cahaya/sinar, suara, perubahan kimia, gradien termal, tekanan, regangan, dan masih banyak lagi. Beberapa organ berfungsi menanggapi perubahan lingkungan internal. Beberapa organ lain bertugas menanggapi perubahan lingkungan eksternal.

Detektor atau reseptor adalah perpanjangan jaringan syaraf dari pusat sistem syaraf. Pusat sistem syaraf terdiri dari otak, batang otak dan sumsum tulang belakang. Reseptor ini merupakan ujung syaraf yang terbuka. Sebagai contoh reseptor yang mendeteksi perubahan termal adalah ujung-ujung syaraf yang terbuka yang terdapat di kulit. Reseptor juga bisa berupa struktur yang lebih kompleks seperti (ujung-ujung syaraf yang terbuka yang terdapat di) mata atau telinga.

Reseptor adalah transduser energi yang mengubah rangsangan yang berupa iritasi khusus menjadi pulsa listrik. Pulsa listrik ini akan menjalar di sepanjang perpanjangan jaringan syaraf (neuron atau serabut syaraf) ke lokasi khusus di pusat syaraf. Neuron yang berfungsi sebagai penghantar pulsa listrik dari hasil rekaman perubahan lingkungan ini disebut afferent neuron atau sensory neuron .

Ada dua grup pusat syaraf utama di mana pulsa-pulsa syaraf ini ditujukan yaitu :

1. Pusat refleks. Berlokasi di batang otak dan sumsum tulang belakang.

2. Pusat sadar. Berlokasi di otak.

Pusat refleks mengumpulkan informasi dari pulsa syaraf tanpa disadari oleh organ­-organ yang bersangkutan. Pusat sadar mengumpulkan informasi dari pulsa syaraf yang sifat dan lokasi dari perubahan lingkungannya disadari. Informasi ke pusat refleks akan ditanggapi berupa refleks-rekleks khusus. Sebagai contoh; jika kita memegang benda panas, maka secara refleks kita akan menjatuhkannya. Informasi ke pusat sadar akan ditanggapi secara sukarela. Secara sadar, oleh akibat benda panas yang dipegang dalam contoh di atas akan timbul rasa nyeri dan luka bakar. Respon yang terjadi terhadap perubahan lingkungan biasanya melibatkan baik pusat refleks maupun pusat sadar.

Refleks adalah reaksi yang otomatis dan tidak disengaja yang terjadi pada otot-otot atau kelenjar-kelenjar dalam organ manusia. Reaksi-reaksi otot atau kelenjar tersebut terbawa melalui neuron yang bergerak dari pusat refleks dalam pusat sistem syaraf ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar tersebut. Pulsa syaraf ini merambat melalui efferent atau motor neuron. Jika pulsa syaraf bereaksi pada otot, maka pada otot-otot tersebut akan terjadi perubahan panjang, sehingga terjadi gerakan. Jika pulsa syaraf bereaksi di kelenjar, kelenjar tersebut akan memproduksi dan melepaskan cairan sekresi (air liur, empedu, keringat, dan sebagainya).

Pada umumnya otot-otot pada tubuh manusia terletak menempel pada tulang atau menempel di dinding organ dan struktur, seperti sistem pencernaan makanan, kantong kemih dan pembuluh-pembuluh darah. Di dalam tubuh manusia terdapat dua jenis kelenjar, yaitu kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin berperan pada sistem pencernaan makanan dan sistem produksi (pengeluaran) keringat. Kelenjar-kelenjar ini mempunyai salutan (pembuluh) dan jika terangsang akan menghasilkan/mengeluarkan produk seperti ludah dan keringat Kelenjar endokrin tidak mempunyai pembuluh. Produknya berupa hormon (bahan pengatur), produk ini akan langsung masuk ke dalam aliran darah.

Otot-otot yang menempel pada tulang tidak hanya diaktifkan oleh refleks, tetapi juga dapat diatur oleh keputusan sukarela (sadar). Aktivitas sukarela ini dimungkinkan oleh motor neuron yang bergerak ke otak atas perintah pusat kesadaran dan keluar dari pusat sistem syaraf ke otot-otot tulang. Sebagai contoh, bernafas adalah aktivitas otomatis yang tidak disadari. Dengan keputusan sukarela suatu ketika kita dapat menghentikan nafas sementara, menahan nafas atau mengatur panjang pendeknya pernafasan.

3.2 Sistem Endokrin

Pada umumnya kelenjar yang tidak berpembuluh dirangsang oleh refleks. Ada juga yang dirangsang atau dihambat oleh perubahan kimia khusus pada cairan di sekelilingnya. Sebagai akibat dari adanya stimulasi, apakah itu secara kimiawi atau syaraf, kelenjar endokrin memproduksi hormon yang langsung masuk ke dalam aliran darah. Hormon adalah molekul organik kompleks yang terbawa di dalam alirah darah ke sel-sel atau organ, berfungsi mengatur metabolik sel, jaringan dan organ.

Hormon tidak memulai proses-proses di dalam tubuh, tetapi hanya mengatur laju aktifitas di mana hormon tersebut beiperan. Reaksi terhadap perubahan lingkungan bersifat hormonal berlangsung lambat dibandingkan dengan reaksi yang ditimbulkan oleh urat syaraf. Pulsa syaraf bergerak sangat cepat pada neuron sensor atau neuron motor, jauh lebih cepat dari pada perjalanan hormon di dalam sistem sirkulasinya.

Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin mempunyai peran yang luas. Peran-peran hormon yang telah diketahui antara lain: mengatur pertumbuhan fisik dan mental, metabolisme sel, sifat fisik dan kimia lingkungan internal, proses-proses pencernaan, dan memfungsikan banyak organ tubuh.

3.2.1 Pengaturan Tekanan Osmotik Lingkungan Internal

Organ organ yang berperan dalam proses tersebut adalah hipotalamus (terletak di batang otak banyak mengandung pusat-pusat refleks untuk mekanisme homeostatik), kelenjar pituitary posterior, dan ginjal. Ginjal berfungsi untuk membuang limbah hasil metabolisme, tetapi juga menjaga air di dalam tubuh. Ginjal mempunyai kemampuan mengatur jumlah dan kepekatan urin dalam rangka mengatur air di dalam tubuh. Kelebihan air di tubuh akan menurunkan tekanan osmotik darah. Kekurangan air dalam tubuh akan meningkatkan tekanan osmotik. Perubahan tekanan osmotik dalam darah akan terdeteksi oleh osmoreseptor yang berlokasi di pembuluh darah kecil di hipotalamus. Pulsa syaraf terbawa melalui neuron ke kelenjar pituitary posterior di mana hormon diuretic disimpan. Hormon ini diproduksi dan langsung dibawa oleh aliran darah ke ginjal di mana jumlah produksi air (urin) diatur. Jika darah kental dan tekanan osmotik naik, produksi hormon diuretic diperbesar. Sebagai akibatnya volume urin turun (sedikit). Dengan sedikitnya urin yang dikeluarkan, maka banyak air yang terjaga, dan darah menjadi encer. Produksi hormon diuretik diturunkan. Inilah perubahan kimiawi dinamis antara batang otak dan ginjal dalam pengelolaan lingkungan internal agar tekanan osmotik menjadi mantap.

3.3. Model Sederhana Mekanisme Homeostasis

Perubahan lingkungan eksternal pada umumnya ditanggapi oleh tubuh melalui sistem syaraf, perubahan dideteksi oleh detektor (receptor) khusus. Perubahan lingkungan internal dideteksi oleh detektor khusus lainnya. Tubuh manusia merupakan sistem terbuka, yang membutuhkan energi makanan dan material-material makanan dari lingkungan eksternal, maka model mekanisme homeostasi melibatkan pengaturan internal dan pengaturan eksternal.

3.3.1. Pengaruh Internal

Perubahan lingkungan internal akan menimbulkan keadaan yang menyimpang (dari keadaan set-point) pada reseptor-reseptor internal. Penyimpangan tersebut akan terdefeksi dan menimbulkan respon untuk mengoreksi simpangan tersebut. Tanpa adanya simpangan maka tidak akan ada pengaturan. Keragaman awal pada lingkungan internal ini disebut sistem keragaman. Suatu ketika proses-proses pengaturan akan beraksi untuk mengkoreksi simpangan. Organisme memiliki mekanisme untuk menunjukkan bahwa simpangan telah dikoreksi. Mekanisme ini diidentifikasikan sebagai umpan balik negatif. Jika perubahan lingkungan telah dikoreksi lingkungan di sekitar detektor mendekati keadaan set-point. Detektor kemudian berhenti menimbulkan respon-respon pengaturan lanjutan. Oleh karena diperlukan waktu untuk berbagai tahapan proses pengaturan, maka sering terjadi koreksi berlebih. Koreksi berlebih ini menimbulkan lingkungan yang baru, yang dapat memicu mekanisme pengaturan kembali. Jadi sistem keragaman adalah perubahan yang kontinu pada lingkungan internal. Simpangan dari keadaan set-point pada detektor tidak pernah terkoreksi secara komplit, tetapi mekanisme pengaturan memungkinkan keadaan mantap pada lingkungan internal terkelola.

3.3.2. Pengaruh Eksternal

Pengelolaan keadaan mantap pada lingkungan internal menuntut organisme terus menerus mengisi kembali simpanan energi makanan dan material-material lain yang terbatas dari sumber di lingkungan eksternal. Jika pemanfaatan materi-materi tersebut terjadi secara kontinu, maka pemasukan juga harus dilakukan secara kontinu. Walaupun demikian banyak simpangan pada sifat-sifat fisik dan kimia lingkungan internal tidak dapat dikoreksi oleh mekanisme pada lingkungan internal itu sendiri. Untuk alasan ini maka perlu ada komponen-komponen perilaku pengaturan fisiologis yang disebut pencarian (searching) terhadap energi makanan dan material­material lain untuk mengoreksi simpangan dari lingkungan eksternal. Pencarian memerlukan vektor yang dapat diarahkan organisme ke arah material-material yang dibutuhkan. Jadi pengaturan eksternal terdiri dari pencarian dan pengarahan (searching and orientation). Letak reseptor sensor yang ada di bagian luar (di permukaan tubuh) membuat search and orientation menjadi efektif.

Aspek perilaku lain dari pengaturan eksternal adalah membantu mekanisme homeostasis menyangkut perbaikan dari variasi ekstrim lingkungan eksternal. Variasi-variasi ini dideteksi oleh receptor eksternal dan responnya adalah proses­-proses motor yang kompleks. Sebagai contoh adalah timbulnya kebutuhan akan "pakaian, sangkar (selter), pemanas dan pendingin ruangan" sebagai proteksi terhadap lingkungan. Binatang juga mempunyai cara untuk mengatasi lingkungan dengan cara membangun sarang, hidup di dalam liang atau goa atau di bawah batu. Banyak binatang yang bergerak masuk atau keluar dari sarang tergantung dari keadaan lingkungan eksternal. Proteksi terhadap lingkungan ini dapat dilihat sebagai search and orientation.


Senin, 04 Agustus 2008

Tugas 1 Psikologi Modern

Oleh: Steinar Kvale

PSIKOLOGI DAN POSMODERNISME
Posmodernisme sebagai gelombang intelektual begitu besar pengaruhnya beberapa dekade terakhir. Spirit anti kemapanannya tidak hanya menjiwai perkembangan ilmu-ilmu sosial. Bahkan, ilmu-ilmu eksakta terutama fisika yang dianggap sebagai anak emas peradaban modern pun tak luput dari pengaruhnya. Nama seperti Fritjof Capra dan Gary Zukav barangkali dapat disebut sebagai fisikawan yang memrakarsai lahirnya fisika yang posmodernistik.
Psikologi, yang masuk dalam wilayah abu-abu, juga tak luput dari rangsekan gelombang posmodernisme. Pengaruh posmodernisme pada ilmu psikologi justru kian kuat ketika sejak 1990 beberapa perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat, yang diprakarsai oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT), menghapus Departemen Psikologi dan menggantinya dengan disiplin yang relatif baru, yaitu Departemen Ilmu Kognitif.
Kebijakan itu ditempuh berdasarkan ambisi untuk membersihkan ilmu psikologi dari spekulasi- spekulasi keilmuan atau pseudo science. Pembicaraan mengenai ilmu psikologi direduksi habis-habisan dan hanya sekedar menjadi wilayah kajian ilmu syaraf (neuroscience). Pikiran, jiwa, kesadaran, dan alam bawah sadar, yang dulu menjadi bahan kajian ilmu psikologi, diempaskan jauh-jauh karena dianggap meracuni.
Protes pun bertubi-tubi dialamatkan pada ambisi keilmuan yang melulu empiristis tersebut —kebanyakan berasal dari para psikolog yang berkarir di lini praktek (untuk membedakan dengan psikolog akademik). Perbedaan yang mencolok antara psikolog akademik dan psikolog praktis terletak pada kancah kerja dan orientasi keilmuannya. Sebagai pewaris elan modernisme, para psikolog akademik bernaung dalam kereta metode saintifik sebagaimana para ilmuwan ilmu-ilmu alam yang mendahuluinya.
Kita tahu, perkembangan ilmu psikologi modern ditopang oleh tiga pilar utama.
Pertama
, ilmu psikologi harus bersifat universal. Artinya, ada beberapa prinsip umum dan juga hukum- hukum kemungkinan, yang bisa dijadikan tolok ukur pengembangan keilmuan. Misalnya studi mengenai persepsi, memori, dan pembelajaran harus mampu mengatasi telikungan faktor sosio-historis tertentu.
Kedua, berbasis pada metode empiris. Karena mengikuti pertimbangan rasional dari filsafat empiris logis, psikologi modern telah pula merasa terikat dengan suatu keyakinan mengenai kebenaran melalui metode. Khususnya, keyakinan bahwa dengan menggunakan metode empirik, dan terutama eksperimen terkontrol, peneliti bisa memperoleh kebenaran mutlak tentang hakikat masalah pokok dan jaringan-jaringan kausal di mana masalah pokok dibawa serta.
Ketiga, riset sebagai lokomotif kemajuan. Derivasi dari asumsiasumsi teoritis terdahulu adalah keyakinan final kaum modernis, sebuah keyakinan terhadap sifat progresif riset. Karena metode empiris diterapkan dalam masalah pokok psikologi, psikolog belajar semakin banyak mengenai karakter dasar. Keyakinan yang salah dapat dihindari, dan psikolog beralih ke arah penegakan kebenaran nilai-nilai netral dan reliabel tentang berbagai segmen dunia yang obyektif (hlm. 34-35).
Pengaruh tiga pilar utama pengembangan ilmu psikologi di atas begitu kuat dalam tradisi keilmuan hingga sekarang— terutama dalam iklim keilmuan Indonesia yang masih berkiblat ke Barat. Barangkali kita bisa melihat langsung, betapa ragam penelitian ilmiah, dari skripsi sampai disertasi, didominasi oleh model penelitian kuantitatif di mana prinsip validitas dan reliabilitas menjadi tujuan itu sendiri. Aktivitas penelitian hanya diabdikan pada pengujian keabsahan teori, bukan pada orientasi pemecahan masalah yang peka realitas.
Nah, beragam bentuk gugatan terhadap pemujaan atas metode ilmiah dalam psikologi dituangkan dalam buku ini. Para psikolog dari berbagai latar belakang konsentrasi, yang membaptis dirinya sebagai psikolog posmodern, menuangkan buah- buah pemikirannya yang brilian sebagai bentuk reaksi terhadap dominasi psikologi modern. Ada asumsi bersama yang diyakini para penulis bahwa semua cabang ilmu psikologi yang dipelajari hingga sekarang, entah itu psikologi klinis, sosial, perkembangan, dan lainnya, tak satu pun yang bisa luput dari pengaruh metode saintifik. Manusia, dengan berbagai macam latar belakang budaya, dipaksa tunduk hanya pada satu penjelasan.
Apakah kita bisa menerima asumsi bahwa kehidupan George Bush Jr. dan Dalai Lama sama- sama digerakkan oleh motif pencarian kenikmatan (Freud) dan haus kekuasaan (Adler)? Tentu kita akan menjawab tidak!
Apakah kita bersedia disetarakan dengan tikus atau simpanse yang bereaksi terhadap segala sesuatu ketika diberi stimulus (Pavlov, Watson)? Tentu kita akan membela dengan gigih bahwa kita adalah makhluk yang dikaruniai kebebasan tidak sebagaimana hewan yang hanya memiliki insting. Apakah kita tidak sadar bahwa berbagai macam jenis gangguan jiwa yang tak terhitung jumlahnya, yang dipublikasikan oleh Asosiasi Psikiatri Amerika, ternyata hanya untuk memantapkan posisi mereka dan demi kelangsungan dan keuntungan industri farmasi? Apakah kita menyadari bahwa kleptomania ternyata bukan penyakit bawaan—karena istilah itu baru muncul pada 1960- an ketika industri hypermarket menggurita di Amerika? Dan tak terhitung lagi keganjilan lain yang seakan-akan obyektif, padahal itu lahir dari konstruksi sosial.
Lantaran dampak penggunaan metode ilmiah yang dipaksakan dalam psikologi telah memperparah proses dehumanisasi (manusia semata-mata sebagai obyek eksperimen yang dapat dikendalikan), upaya melahirkan sebuah pendekatan baru dalam psikologi kian mendesak. Para psikolog dalam buku ini berpendapat, dominasi dan pengaruh metode ilmiah dalam psikologi baru bisa direduksi cengkeramannya ketika pengembangan ilmu psikologi untuk waktu selanjutnya memenuhi kriterium-kriterium tertentu.
Kriterium itu pertama, penghapusan wacana tunggal. Artinya, tidak ada definisi teori psikologi mana pun yang bersifat universal, semua teori terbentuk dari latar belakang sosiohistoris tertentu. Ngelindur di Amerika sudah dianggap sebagai gangguan psikologis, padahal kita yang hidup di Indonesia menganggap kejadian itu sebagai kewajaran. Kedua, dari universalitas ke refleksi kontekstual. Artinya, ilmu psikologi harus dikembangkan dari fakta-fakta dan pendekatan lokal sehingga setiap fenomena terjaga keunikannya.
Ketiga, marjinalisasi metode. Artinya metode penelitian hanyalah sekedar alat teropong sarana), bukan tujuan itu sendiri. Dan keempat, mengusung kritik kultural. Ilmu dan teknologi modern telah menyumbang problem-problem serius kemanusiaan yang luput dari perhatian karena hal itu dianggap sebagai risiko yang wajar bagi modernitas—ilmu psikologi posmodern, karena itu, harus bersifat kritis terhadap setiap klaim universal psikologi modern dan juga senantiasa kritis sekaligus peka terhadap dinamika masyarakat (hlm. 41-46).
Namun, sebagai bentuk koreksi, kriterium-kriterium pengembangan ilmu yang diajukan para psikolog posmodern di atas dilatarbelakangi oleh aktivitas keilmuan mereka yang kebanyakan dihabiskan di wilayah konseling. Pertemuan mereka dengan banyak kasus menuntut mereka untuk lebih berempati terhadap berbagai jenis gangguan psikologis—dan mereka juga dituntut untuk berani memperkaya perspektif—tidak selalu merujuk pada psikologi mainstream. Psikologi posmodern dibangun di atas filsafat manusia yang tidak tunggal, sebab setiap kebudayaan dan latar belakang sosio-historis yang berbeda akan melahirkan karakter manusia yang berbeda pula.
Sebagai wacana keilmuan yang baru, psikologi posmodern harus siap mempertaruhkan dirinya di belantara tradisi keilmuan. Gugatan atas status quo keilmuan akan memunculkan kemungkinan yang mendebarkan: ia bisa jadi diterima dengan antusias di kalangan ilmuwan psikologi, atau sebaliknya, ia akan dipandang sebelah mata, bahkan dicampakkan. Tapi, selagi kritik itu diberangkatkan dari keprihatinan yang nyata dan dialamatkan dengan membawa argumen-argumen yang jelas, ia akan tetap memiliki masa depan. Sebab, tradisi keilmuan dibangun di atas kritisisme yang selalu tak puas diri.

Psikologi Biososial

Suatu teori empiris, yakni tekhnik analisis faktor, dan pendirian teoritis yang perkembangannya sangat tergantung pada penggunaan metode tersebut, yakni teori kepribadian dari Raymond B. Cattell. Para teoritis lain yang berkecimpung dibidang kepribadian telah pula menggunakan tehnik ini; H.J Eysenck, J.P Guilford, Cyril Burt, L.L Thurstone dan W. Stephenson termasuk dalam jajaran para pelopor yang penting. Akan tetapi teori Cattell merupakan teori kepribadian yang paling komprehensif dan yang paling tuntas dikembangkan berdasarkan analisi faktor.

Seorang psikolog inggris terkemika dan yang menjadi sangat terkenal karena karyanya tentang kemampuan-kemampuan mental ( Spearman,1927). Ia berpendapat bahwa jika kita menyelidiki dua tes kempuan yang paling berhubungan, maka kita bisa berharap menemukan dua macam faktor yang ikut menentukan performans pada dua tes tersebut pertama, terdapat faktor umum dan yang kedua terdapat faktor khusus. Metode analisis faktor dikembangkan sebagai sarana untuk menentukan adanya faktor-faktor umum dan membantu untuk mengenalinya. Analisis faktor dewasa ini memberikan tekanan khusus pada faktor-faktor kelompok ini.

Suatu pemahaman terinci tentang analisis faktor tidak terlalu diperlukan untuk tujuan pemaparan dalam bab ini; akan tetapi penting bahwa pembaca menyadari logika umum yang melatarbelakangi tehnik tersebut. Teoritikus faktor biasanya memulai penelitian tentang tingkahlaku dengan sejumlah besar skor untuk masing-masing dari sejumlah besar subyek. Idealnya, pengukuran-pengukuran ini harus mencakup bermacam-macam aspek tingkahlaku. Berdasarkan indeks-indeks kasar ini, penelitian kemudian memakai tehnik analisis faktor untuk menentukan faktor-faktor pokok atau mengontrol variasi pada variabel-variabel permikaan tersebut.

Hasil analisis faktor tidak hanya mengisolasikan faktor-faktor fundamental, tetapi juga memberikan pengukuran dan kumpulan skor sutu taksiran tentang sejauh manakah pengukuran dari masing-masing faktor. Taksir ini biasanya disebut muatan faktor ( factor loading ) atau serapan ( saturation) dari suatu pengukuran dan menunjukan seberapa banyak variasi pada suatu pengukuran tertentu disebabkan oleh masing-masing dari antara faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor hanya merupakan usaha untuk merumuskan variabel-variabel yang dianggap akan menjelakan komleksitas aneka ragam tingkahlaku yang dapat diamati.

Salah satu persoalan lain yang ternyata sedikit kontroversial di kalangan para analis faktor yang perlu dikemukakan di sini ialah pembedaan antara sistem-sistem faktor othogonal dan sistem-sistem faktor oblique ( besarta pengertian tentang faktor-faktor tingkat kedua atau “second order factor”). Penggunaan faktor-faktor olique mengandung suatu implikasi tambahan. Jika diperoleh faktor-faktor yang berkorelasi satu sama lain, maka dapat diterapkan lagi pada korelasi-korelasi diantara faktor-faktor tersebut, misalnya pemfaktoran tes-tes kemampuan ( abilitytests ) kerapkali menghasilkan faktor-faktor urutan pertama, seperti “ kelancaran verbal” ( verbal fluency) “ kempuan numerik” ( numerical ability), “ visualisasi ruang” ( spatial visualization ) kemudian orang dapat melanjutkan memfaktor korelasi-korelasi antara faktor-faktor urutan pertama, sehingga mungkin menemukan suatu faktor urutan kedua” inteligensi umum” general intelligence” faktor-faktor “verbal” dan “non verbal” yang luas.

Cabang-cabang Psikologi


A. Pengertian Psikologi
Secara etimologis “Psikologi” berasal dari bahasa Yunani: Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam bahasa arab psikologi disebut dengan “Ilmu an Nafsi”. Yang belakangan kemudian dikembangkan menjadi satu ilmu bernama “Nafsiologi”. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan “Ilmu Jiwa”.
Secara terminologi (menurut istilah pengetahuannya) Psikologi adalah “Ilmu yang mempelajari tentang segala hal yang berhubungan dengan jiwa, hakekatnya, asal usulnya, proses bekerjanya dan akibat-akibat yang ditimbulkannya.
Psikologi dapat diartikan pula dengan “Ilmu yang mempelajari tentang segala hal yang berhubungan dengan jiwa, hakekatnya, asal usulnya, proses bekerjanya dan akibat-akibat yang ditimbulkannya.
Psikologi dapat diartikan pula dengan “Ilmu yang mempelajari prilaku manusia atau tingkah laku manusia”. Setelah Psikologi berkembang luas dan dituntut mempunyai ciri-ciri sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan, maka “Jiwa” dipandang terlalu abstrak. Ilmu pengetahuan menghendaki objeknya bisa diamati, dan dicatat dan diukur. Dan ternyata perilaku dianggap lebih mudah diamati, dicatat dan diukur. Meskipun demikian, arti perilaku ini diperluas tidak hanya mencakup perilaku “kasat mata” seperti : makan, membunuh, menangis dan lain-lain, tetapi juga mencakup perilaku “tidak kasat mata” seperti : fantasi, motivasi, contoh (mengapa membunuh?), atau proses yang terjadi pada waktu seseorang tidak bergerak (tidur) dan lain-lain.
“Prilaku” mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Perilaku itu sendiri kasat mata, tetapi penyebabnya mungkin tidak dapat diamati langsung.
2. Prilaku mengenal berbagai tingkatan. Ada prilaku sederhana dan Stereotip seperti prilaku binatang satu sel, ada juga prilaku yang kompleks seperti dalam prilaku sosial manusia. Ada prilaku yang sederhana seperti refleks, tetapi ada juga yang melibatkan proses-proses mental-fisiologis yang lebih tinggi.
3. Prilaku bervariasi menurut jenis-jenis tertentu yang bisa diklasifikasikan. Salah satu klasifikasi yang umum dikenal adalah: Kognitif, afektif dan psikomotorik, masing-masing merujuk pada yang sifatnya rasional, emosional, dan gerakan-gerakan fisik dalam berprilaku.
4. Prilaku bisa disadari dan tidak disadari. Walau sebagian besar perilaku sehari-hari kita sadari, tetapi kadang-kadang kita ternyata pada diri sendiri mengapa kita berprilaku seperti itu.

B. Hubungan Psikologi dengan Disiplin Ilmu Lain
Prilaku manusia tidak hanya dipelajari oleh psikologi, tetapi juga oleh Antropologi, Kedokteran, Sosiologi, manajemen dan beberapa cabang Linguistik. Semua ini dikelompokan kedalam keluarga besar “Ilmu-Ilmu Prilaku” (Behavioral Sciences). Yang membedakan Psikologi dari ilmu-ilmu prilaku lain adalah : bahwa psikologi lebih menaruh perhatian pada prilaku manusia sebagai individu, sedang antropologi, sosiologi dan manajemen lebih pada prilaku manusia sebagai kelompok. Kedokteran memang menaruh perhatian pada prilaku individu, tetapi lebih menekan gejala-gejala fisik dan Psikologi lebih pada gejala-gejala mental.
Di pihak lain, Psikologi juga dipandang sebagai Ilmu Biososial karena baik aspek-aspek sosial perilaku organisme maupun aspek-aspek Fisiologis atau Biologis terjadinya prilaku mendapat perhatian yang sama besarnya.
Sejak awal perkembangannya Psikologi banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain. Telah diakui bahwa psikologi berinduk kepada Filsafat, khususnya filsafat mental. Namun dalam perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu (Beta) seperti Fisika, Kimia dan Biologi memberikan andil yang cukup besar baik dalam aspek metodologi maupun topik-topik kajian. Sulit untuk merinci pengaruh tersebut satu persatu. Berikut ini sekedar gambaran umum dari pengaruh ilmu-ilmu lain serta cabang-cabang Psikologi yang lahir dari singgungan tersebut diatas.

Dibawah ini adalah pengaruh ilmu-ilmu lain terhadap Psikologi dan cabang-cabang yang ditimbulkannya :

ILMU-ILMU LAIN PSIKOLOGI

Fisika PsikoFisika

Kimia Neurokemis Perilaku

Biologi Psikologi

Matematika Psikologi Kuantitatif

Kedokteran Psikologi Klinis/Psikoterapi

Sosiologi Psikologi Sosial

Antropologi Psikologi Lintas Budaya

Pendagogi Psikologi Pendidikan/
Psikologi Sekolah/
Psikologi Intruksional

C. Hubungan Psikologi dengan Tugas Pekerjaan
Hubungan Psikologi dengan pekerjaan sangat erat sekali untuk menghasilkan pekerjaan yang baik dan maksimal harus ditunjang atau diiringi oleh prilaku atau tingkah laku yang positif, yakni didukung dengan mental yang seimbang, yang tidak mengakibatkan penyimpangan-penyimpangan norma-norma dan nilai-nilai hukum yang ada.
- Hubungan Psikologi dengan Seorang Guru
Untuk masa sekarang ini banyak sekali kejadian-kejadian yang sangat merusak nilai-nilai dan norma-norma hukum agama maupun hukum negara yang menimpa dunia pendidikan, baik pendidiknya maupun anak didiknya. Yang mana semua itu akibat dari sumber daya manusianya sendiri (SDM) yang tertekan mentalnya oleh krisis-krisis yang terjadi baik krisis agama, krisis ekonomi, krisis budaya dan krisis hukum. Untuk itu hanya ada satu jalan keluar yang terbaik yakni SDM (Sumber Daya Manusia)nya harus kembali kepada norma-norma agama agar melahirkan SDM atau seorang pendidik yang berjiwa atau bermental positif dan seimbang. Dan yang sangat penting juga adalah dukungan dan peran serta pemerintah harus segera memperbaiki krisis agama, krisis ekonomi dan krisis budaya dan krisis hukum.
Akan tetapi semua itu akan sulit terwujud apabila masing-masing individunya tidak mau merubahnya.

- Hubungan psikologi dengan seorang POLISI / TNI
Untuk Hubungan Psikologi dengan seorang Polisi atau TNI tidak akan jauh beda dengan gambaran yang sudah di jelaskan di atas, karena pada kenyataannya fenomena-fenomena yang terjadi di dalam tubuh Polisi atau TNI disebabkan oleh krisis-krisis aturan dan sistem-sistem yang dibuat oleh manusia yang memiliki prilaku dan mental yang rusak yang didorong oleh krisis agama (yakni jiwa yang lepas dari aturan ajaran-ajaran agama) ; krisis ekonomi (yakni karena terdorong banyak kekurangan dan kesulitan dalam mencukupi nafkahnya, sehingga mereka terpaksa melakukan prilaku-prilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dan hukum-hukum yang ada); Krisis budaya (yakni mereka harus mengikuti tradisi-tradisi yang masih mengiblat kepada tradisi dan sistem-sistem peraturan pada zaman kolonial); krisis hukum ( yakni berlakunya hukum yang tidak tegas dan tidak pasti).

D. Metode Pengenalan Tingkah Laku Manusia
Istilah metode memiliki kesamaan pengertian dengan prosedur, tata cara, alat, dan tehnik. Dalam metode penelitian yang digunakan psikologi memiliki kesamaan dengan metode yang digunakan oleh sains. Metode digunakan sejauh mampu menggali tingkah laku sebagai objek kajian psikologi. Metode ilmiah mendapat tekanan sebagai metode penelitian psikologi agar proses menjaring data, Uji Hipotesis, dan teori bukan saja menghasilkan sebuah temuan yang bersifat deskriptif, namun demi pengembangan psikologi sendiri sebagai sebuah disiplin Ilmu.
Beberapa macam metode Psikologi, sebagai berikut :
1. Metode Observasi, yakni metode penelitian yang digunakan untuk mempelajari dan mengomentari gejala-gejala kejiwaan secara cermat teliti dan sistematis. Observasi terdapat empat macam tehnik antara lain :
a. Natural Observasi, yakni penelitian yang dilakukan secara alamiah. Yang dimaksud dengan alamiah adalah tindakan atau situasi yang terjadi spontan alias tidak dibuat-buat.
b. Intropeksi (restropeksi), secara harfiah Intro berarti “dalam”, retro berarti “kembali” dan Spektro berarti “melihat”. Tehnik Intropeksi (restropeksi) adalah tehnik untuk melihat gejala psikis diri sendiri
c. Ekstropeksi, yakni tehnik yang mempelajari gejala dengan jalan mempelajari peristiwa-peristiwa atau proses-proses psikis orang lain secara seksama dan sistematis dengan menggali apa yang sebenarnya yang ada di balik ekspresi atau tingkah laku seseorang seperti perubahan roman muka dan gerak-gerik postur tubuh. Contoh ketika seseorang ketakutan biasanya menunjukan muka pucat atau lari sekencang-kencangnya
2. Metode Dukomen, yakni metode yang digunakan Untuk menyelidiki gejala- gejala kejiwaan manusia dengan cara mengumpulkan bahan-bahan atau dokumen catatan kehidupan seseorang sebanyak-banyaknya, kemudian di bandingkan dan di analisis, lalu ditarik kesimpulan-kesimpulan umum. Tehnik yang sering di gunakan dalam metode ini antara lain : (a) penyebaran angket; (b) Riwayat Hidup (biografi); (c) tehnik projective Test, yakni mengumpulkan dokumen mengenai permainan-permainan, gambar-gambar, karangan-karangan untuk kemudian dilakukan tes sesuai dengan intruksi permainan atau gambar untuk menemukan gambaran umum keadaan jiwa seseorang.
3. Metode klinis, Dinamakan metode klinis pertama kali digunakan dirumah adalah : si pasien sakit sebagai bagian proses penyembuhan penyakit. Keuntungan dari metode ini adalah bahwa si pasien di periksa berhadapan dengan penyidik atau Dokter, sehingga ia bisa memberikan respon secara langsung dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, dengan catatan agar suasana tanggung jawab dibuat serileks mungkin untuk menjaga agar jalan pikiran yang diselidiki tidak terganggu. Metode klinis dapat dilakukan di rumah sakit, pusat gangguan jiwa, rumah pemasyarakatan, pusat rehabilitasi Narkoba, Klinik atau badan Biro lembaga konsultasi, bimbingan penyuluhan psikologi.
4. Metode Eksperimen, metode ini biasanya dilakukan dalam laboratorium melalui Eksperimen (Percobaan). Eksperimen dilakukan untuk menguji hipotesis tentang reaksi-reaksi individu atau kelompok dalam situasi tertentu untuk menentukan gejala-gejala jiwa tertentu secara umum seperti pikiran, kemauan, ingatan, potensi, dan sebagainya. Melalui metode ini dapat pula diketahui perbedaan kapasitas individual, kondisi mental, bakat dan watak seseorang.

E. Gejala-gejala Kejiwaan Pada Manusia Normal
Jiwa manusia merupakan satu totalitas yang tidak bisa dibagi-bagi dan dipisah-pisahkan, di ibaratkan seperti rangkaian-rangkaian yang saling berkaitan satu sama lain dan tentu juga jiwa tidak bisa berdiri sendiri.
Jiwa yang ada pada manusia secara garis besar di bagi menjadi :
1. An naps Al Muthmainnah “(Jiwa yang tenang)” Yakni jiwa yang senantiasa patuh dan tunduk kepada perintah Allah SWT.
2. An naps Al Lawwamah “(Jiwa yang menyesali dirinya sendiri)” yakni Nafsu yang senatiasa gelisah dan tidak pernah puas terhadap apa yang dilakukannya.
3. An naps Al Ammaroh “(Jiwa yang selalu menyuruh kejahatan)” yakni, nafsu yang sentias patuh dan tunduk pada ajakan syahwat dan setan.
Macam-macam kegiatan Jiwa memiliki ciri-ciri khusus yang mencangkup konasi, kognisi, dan emosi. Yang disebut dengan gejala campuran kegiatannya meliputi perhatian, keletihan, dan sugesti.
A. Perhatian, yaitu kegiatan jiwa yang terpusat pada objek tertentu baik didalam maupun diliuar dirinya. Perhatian sangat erat hubungannya dengan kesadaran. Pehatian dari satu objek biasanya selalu bermula dari adanya kesadaran terhadap objek yang menjadi sasaran kita.
Proses-prose yang dapat menumbuhkan perhatian yaitu :
1. Proses Inhibisi, yaitu menghilangkan isi kesadaran yang tidak ada hubungannya dengan objek yang akan menjadi sasaran perhatian kita.
2. Proses Apersepsi, yakni berusaha untuk mendatangkan dan mengerahkan isi kesadaran kita hanya pada satu objek saja yang telah menjadi sasaran kita agar bisa membuat perhatian kita menjadi terfokus.
3. Proses adaptasi, yakni kita harus bisa menyesuaikan isi keadaan dengan kondisi objek sasaran kita tersebut. Sehingga tidak akan terjadi simpang siur atau pertentangan yang bisa menghambat atau mengganggu perhaitan kita.
B. Keletihan (kelelahan). Di dalam kehidupan kita sehari-hari manusia pasti memiliki alat penggerak di dalam dirinya untuk bisa melakukan kegiatan–kegiatan atau aktivitas-aktivitas. Alat penggerak tersebut akan mengalami penurunan sehingga kegiatanpun semakin berkurang dan menurun.
Gejala menurun dan berkurangnya daya penggerak disebut : keletihan atau kelelahan. Kelelahan menyebabkan segala fungsi jasmaniah dan rohaniah menjadi tidak efesien. Kelelahan mempunyai fungsi khusus yaitu sebagai pengatur kondisi tubuh kita
C. Sugesti adalah pengaruh yang berlangsung terhadap kehidupan dan segenap perbuatan, perasaan pikiran atau kemauan kita sangat dibatasi, orang-orang yang sangat mudah terkena sugesti disebut sugestibel dan orang yang memiliki daya pengaruh disebut sugestif
Sugesti memiliki peran yang sangat penting dalam setiap aspek kehidupan kita karena pada dasarnya jiwa manusia selalu berubah-ubah kadang naik-kadang turun. Sehingga memerlukan dorongan sugesti yang terus menerus. Apalagi seorang pemimpin atau pendidik harus bisa memberikan dorongan sugesti kepada anak buah atau murid-muridnya dengan cara yang positif dan tepat tentunya dengan demikian dia akan disegani, dipercaya, ditaati oleh orang-orang disekitarnya kemungkinan besar dia akan berhasil dalam aktivitasnya.