Rabu, 06 Agustus 2008

Tugas 5

1. Motivasi, Frustasi, dan Konflik

Motivasi

Motivasi adalah keadaan dalam diri individu yang memunculkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan kata lain menurut Kartini Kartono adalah dorongan terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan (driving force) di sini dimaksudkan: desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup.

Sedangkan menurut Muslimin motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh organisasi.

Untuk menghindarkan kekurangtepatan penggunaan istilah motivasi ini, perlu dipahami pendapat M. Manullang tentang adanya istilah-istilah yang mirip dan sering dikacaukan tentang motivasi tersebut antara lain: motif, motivasi, motivasi kerja, dan insentif.

a. Motif

Kata motif disamakan artinya dengan kata-kata motive, motif, dorongan, alasan dan driving force. Motif adalah daya pendorong atau tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak. Dikatakan bahwa rumusan yang berbunyi motive are the way of behaviour adalah tepat. Artinya, mengapa timbul tingkah laku seseorang, itulah motive.

b. Motivasi

Motivasi adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memberikan kekuatan (energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan. Oleh karena itu tidak akan ada motivasi, jika tidak dirasakan rangsangan-rangsangan terhadap hal semacam di atas yang akan menumbuhkan motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh memang dapat menjadikan motor dan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian keseimbangan.

c. Motivasi kerja

Bertolak dari arti kata motivasi tadi, maka yang dimaksud dengan motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Atau dengan kata lain pendorong semangat kerja. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja menurut Ravianto adalah: atasan, rekan sekerja, sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan dan tantangan. Jadi motivasi individu untuk bekerja sangat dipengaruhi oleh sistem kebutuhannya.

d. Insentif

Istilah insentif (incentive) dapat diganti dengan kata: alat motivasi, sarana motivasi, sarana penimbulan motive atau sarana yang menimbulkan dorongan. Dengan pembatasan-pembatasan penggantian istilah-istilah tersebut diatas, dapatlah dihindari pengkacaubalauan penggunaan istilah yang menyangkut motivasi tersebut.

Frustasi

Di dunia ini banyak pilihan yang tampak benar oleh kita tetapi terkadang lupa kita pikirkan manfaat dan ruginya, padahal tidak semua pilihan yang tampak benar itu bermanfaat pula buat kita. Contoh paling dekat di sini, misalnya saja kita pernah terkena pukulan dahsyat oleh keadaan buruk masa lalu yang di luar kontrol kita sampai membuat kita ambruk, terkapar dan benar-benar gelap.

Hal yang paling pantas untuk dikatakan adalah kira-kira bahwa pukulan dahsyat demikian memang benar membuat orang mengalami luka batin serius, trauma, frustasi, distress, atau paling kecilnya adalah bingung dan merasa tak berdaya. Meskipun pilihan ini sepertinya tampak benar dan tampak wajar (manusiawi) oleh kita, namun jika ini berlanjut dalam kurun waktu yang lama, apalagi kita abadikan dalam ruang batin kita, maka yang menjadi masalah bukan benar-salah, melainkan apa untungnya dan apa ruginya buat kita.

Karena dunia yang memukul kita itu tampaknya tak menaruh peduli dengan untung-ruginya kita dengan pilihan kita, maka di sinilah perlunya kita memikirkan pilihan (response) yang menggunakan pertimbangan manfaat dan kerugian bagi kita (advantage annd disadvantage), bukan semata-mata menggunakan pertimbangan salah-benar (right and wrong) menurut versi kita berdasarkan ke-manusiawi-an kita.

Pertimbangan demikian sangat kita butuhkan agar kita tidak menjadi orang yang menderita “double trouble” (kesulitan ganda) oleh keadaan-buruk yang memang sudah nyata-nyata memberikan “trouble” buat kita. Syukur-syukur kita bisa menjadi orang yang lebih tercerahkan gara-gara kita pernah mengalami kegelapan. Syukur-syukur kita menjadi orang yang lebih kuat gara-gara pernah dibikin tak berdaya oleh pukulan buruk.

Hambatan Batin

Secara umum bisa dikatakan bahwa sebetulnya tidak satupun orang yang menginginkan dirinya menderita “double trouble” akibat adanya trouble, dibikin menjadi gelap oleh kegelapan, dibikin menjadi semakin menderita oleh penderitaan. Kita semua menginginkan terbit terang setelah gelap, solusi setelah problem, dan seterusnya.

Pembelajaran

Di bawah ini adalah sebagian dari sekian hal yang bisa kita pilih sebagai proses pembelajaran-diri agar kita tidak dengan mudah dibikin menjadi semakin buruk oleh pukulan buruk, dibikin ambruk selamanya oleh pukulan buruk yang membuat kita roboh. Kalah itu biasa, roboh itu biasa tetapi yang luar biasa buruknya buat kita adalah putus asa, patah harapan, trauma abadi, dan semisalnya. Hal-hal yang bisa kita lakukan itu antara lain:

  1. Belajar mengontrol diri (self control)

Kontrol-diri adalah kemampuan kita untuk menjaga diri kita dengan cara melakukan dua hal:

  • Latihan menyuruh diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat /membawa keuntungan buat kita. Kalau batin kita sedang gelap akibat pukulan, maka kitalah yang harus berlatih meyuruh diri sendiri untuk mencerahkannya dengan misalnya melakukan hal-hal positif, mengodpsi pikiran-pikiran positif, dan seterusnya.

  • Latihan melarang diri sendiri agar tidak melakukan hal-hal yang akan membawa kerugian buat kita. Sedikit demi sedikit, belajarlah melarang diri sendiri agar tidak cepat larut, agar tidak larut berkepanjangan, dan sedikit demi sedikit melarang diri sendiri supaya tidak melawan petunjuk pengetahuan, pengalaman dan kesadaran kita.

Belajar mengontrol diri akan membuka peluang untuk menang melawan keperkasaan nafsu egoisme kita. Kitalah yang mengangkat diri kita untuk menjadi pengambil keputusan, penguasa, dan penentu langkah kita.

  1. Jadikan “Defining moment”

Sebetulnya semua orang pernah mendapatkan pukulan buruk dari keadaan yang diluar kontrol kita, terlepas adanya perbedaan kadar dan jenis. Apa yang akhirnya sering menjadi pembeda adalah, di sana ada orang yang menjadikan pukulan buruk itu sebagai defining moment untuk melakukan perubahan-diri ke arah yang lebih baik dan di sana ada orang yang membiarkan dirinya terbawa arus pukulan buruk.

Memilih yang pertama akan membuat kita menjadi orang yang mendapatkan untung dari keadaan dalam bentuk trasformasi-diri: dari buruk ke baik, dari kalah ke kuat, dan dari gelap ke cerah. Karena itulah kita perlu belajar menjadikan pukulan-pukulan buruk, dari mulai yang terkecil, sebagai momen untuk menentukan perubahan ke arah yang lebih baik, apapun bentuknya, dan seberapapun besarnya.

Dengan memiliki perasaan baik terhadap diri kita, terhadap keadaan yang melingkupi kita akan membuat kita bisa memilih tindakan-tindakan baik (ikhtiar). Memilih tindakan yang baik terhadap peristiwa buruk yang menimpa kita akan menjadi alasan bagi Tuhan untuk menghadirkan balasan yang bagus buat kita.

Hal ini akan berbeda dengan ketika kita membiarkan pukulan buruk itu berlalu begitu saja, atau mengumpatnya dengan ledakan-ledakan negatif yang tidak berujung pada lahirnya tindakan-tindakan positif dari kita. Sepertinya, ini tidak ada transformasi-diri dan tidak ada pencerahan-diri dari kita.

Kita menjadi lebih bijak bukan karena kita pernah terkena pukulan buruk. Kita menjadi bijak karena kita menghayati pukulan itu. Sepertinya ada kesamaan antara menu makanan dan pelajaran yang ditawarkan oleh praktek hidup ini. Yang menentukan bukan masalah sedikit banyaknya makanan yang kita masukkan ke mulut kita, melainkan makanan yang sanggup dicerna oleh diri kita.

  1. Belajar memperbaiki sistem solusi

Kalau seseorang tidak punya uang, maka solusi yang tersedia di depannya adalah: dari mulai mencuri, menipu, korupsi, berhutang, bekerja, berdagang, berbisnis, dan seterusnya. Meskipun semua itu bisa dikatakan solusi dalam pengertian peng-akhir masalah, tetapi yang berbeda adalah, ada solusi sementara dan ada solusi yang benar-benar solusi. Ada solusi yang menjadi awal masalah dan ada solusi yang menjadi akhir masalah. Inilah gambarannya.

Begitu juga dengan masalah atau pukulan-pukulan buruk yang menghantam kita setiap saat yang tak terduga-duga. Memang benar, bahwa selama kita masih ditakdirkan hidup pasti di sana tidak ada masalah atau pukulan yang akan membuat kita mati. Pasti di sana ada solusi, peng-akhir. Bahkan kita biarkan pun terkadang berjalannya waktu akan ikut andil untuk menyelesaikannya.

Karena yang kita inginkan adalah selalu menjadi yang lebih baik, maka di sinilah kita perlu memperbaiki sistem yang kita anut dalam menyelesaikan masalah dan pukulan yang kedatangannya tanpa diundang. Kita bisa memperbaikinya dengan cara:

  • Menaikkan kecepatan dalam menarik diri

  • Menaikkan kualitas (efektif / efisien)

  • Menaikkan kuantitas tindakan positif yang kita munculkan

Dan masih banyak lagi jurus-jurus yang bisa kita tempuh, selama kita menggunakan pendekatan penyembuhan luka batin bagi orang dewasa.

Konflik

Berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Faktor penyebab konflik

  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Jenis-jenis konflik

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :

  • konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))

  • konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).

  • konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).

  • konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)

  • konflik antar atau tidk antar agama

  • konflik antar politik.

Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

  • meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.

  • keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.

  • perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.

  • kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.

  • dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:

  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.

  • Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.

  • Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

Contoh konflik

2. Kepribadian dan Cara Mengukurnya

Kepribadian
Menurut Psikologi modern memandang bahwa kepribadian sebagai keseluruhan kualitas tingkah laku dan kepribadian seseorang. Dalam pengertian yang lain kepribadian pada hakikatnya adalah organisasi /susunan yang dinamis daripada sistem psiko-fisik yanga ada dalam diri individu sebagai sarana agar yang bersangkutan mampu menyesuaikan dirinya secara unik atau khas terhadap lingkungannya. Istilah "dinamis" dalam definisi tersebut menunjukkan bahwa pada hakikatnya kepribadian itu dapat berubah, baik dalam hal kualitas maupun tingkah lakunya. Sedangkan kata "organisasi" merujuk pada pengertian bahwqa kepribadian itu terbentuk sebagai sebuah struktur yang koko, dan istilah "psiko-fisik " merujuk pada pengertian kebiasaan-kebiasaan, sikap, nilai keyakinan, kondisi, ekonomi, motif-motif, dan sebagainya. Kesemuanya menunjukkan bahwa meski kepribadian bersifat psikologis, akan tetapi pada dasarnya ia melibatkan dan di ekspresikan oleh organ fisiknya, yakni oleh saraf, kelenjar /temperamen, sifat, watak, dan kondisi tubuh pada umumnya.

Secara Umumkepribadian dapat di ukur seperti pada berikut ini:

- Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat, tidak kaku,

- bebas, cerdas, dapat dipercaya, sungguh-sungguh, tidak reflektif,

- emosi stabil, realistis, gigih, emosi mudah berubah, suka menghindar, mengkritik, dan

- dominan, menonjolkan diri, dalam keadaan tertentu suka mengalah.

3. Interaksi Sosial

Di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan keragaman bangsa serta suku adalah dalam rangka saling kenal mengenal satu sama lain. Seorang alim pernah berkata dalam salah satu tausiyahnya bahwa kesempurnaan fitrah seseorang bisa dilihat dari mampunya ia berinteraksi dengan sesama manusia. Manusia merupakan makhluk sosial yang tak akan lepas dari sebuah keadaan yang bernama interaksi.

Begitu luasnya daratan serta lautan yang membentang dari timur hingga barat yang sebagiannya dihuni oleh manusia dengan ragam peradaban serta adat istiadat. Bermulanya peradaban suatu masyarakat tentu tidak terlepas dari adanya interaksi sosial yang terjadi diantara manusia, baik diantara anggota masyarakat dalam satu komunitas maupun interaksi yang terjadi dengan anggota masyarakat lain diluar komunitasnya.

Keunikan suatu peradaban masyarakat yang satu dengan yang lainnya telah menghasilkan begitu banyaknya ragam kekayaan dalam budaya, seperti banyaknya jenis bahasa yang digunakan sebagai salah satu syarat interaksi. Interaksi yang terjadi antar sesama manusia dengan latar belakang yang berbeda, baik budaya maupun karakter pribadi yang melekat pada diri masing-masing sudah pasti suatu ketika akan menimbulkan gesekan-gesekan, bisa berupa kesalah pahaman dalam memandang suatu keadaan ataupun perbedaan sudut pandang. Namun dalam islam, kenyataan seperti ini tidaklah menjadikan seorang surut dan urung niat serta lebih memilih menyendiri daripada berinteraksi dengan sesama.

Jika manusia bisa melihat bahwa gesekan-gesekan yang terjadi dalam berinteraksi sosial merupakan sebagai bahan pelajaran dan ujian kesabaran serta memandangnya sebagai sebuah tantangan dalam kehidupan yang majemuk, maka hal ini merupakan sebuah keutamaan sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya bahwa seorang mukmin yang bergaul dan bersabar terhadap gangguan manusia, lebih besar pahalanya daripada yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar dalam menghadapi gangguan mereka (HR. Ahmad dan At tirmidzi).

Siapapun yang mengerti makna kemanfaatan tentu tidak akan menjadikan segala sesuatunya menjadi sia-sia. Mereka selalu berharap bahwa dalam setiap interaksi sosial yang terjadi terdapat nilai ibadah serta berharap akan menyebarnya nilai-nilai positif dalam tiap diri yang terlibat didalamnya. Dan Pada akhirnya, apa yang dihasilkan dari sebuah interaksi dapat membangun semangat keimanan dalam mengajak manusia menuju ke jalan yang diridhoi Allah SWT serta munculnya rasa kasih sayang, tolong menolong dalam hal kebaikan dan perbaikan serta persaudaraan sehingga semakin meningkatkan kualitas penghambaan kepada Allah SWT dari waktu ke waktu.

Pengertian Interaksi Sosial

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya

Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process

Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana.

Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.


Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan proses asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, di mana terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu-individu atau kelompok-kelompok manusia berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha itu dilakukan untuk mencapai suatu kestabilan. Sedangkan Asimilasi merupakan suatu proses di mana pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok

Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Bentuk kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang sifatnya berada antara persaingan dan pertentangan. Sedangkan pertentangan merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.

4. Normalitas Seseorang ditandai dengan:

a. Persepsi yang efisien terhadap kenyataan yang dihadapi
b. Mengenali dirinya sendiri
c. Mampu mengendalikan perilakunya
d. Memiliki harga diri dan diterima oleh lingkungannya
e. Mampu memberi perhatian kepada orang lain
f. Produktif
g. Mampu memposisikan diri sebagai makhluk individu dan makhluk sosial
h. Mengerti hak dan kewajiban
i. Bisa beradaptasi dengan lingkungan
j. Berbaur dan berinteraksi dengan masyarakat/warga
k. Bisa menciptakan kerukunan dan keharmonisan lingkungan
l. Tunduk dan patuh pada aturan/norma masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis
m. Ikut terlibat dalam kegiatan yang ada
n. Berperan serta dalam suatu acara
o. aktif dalam kegiatan rutin yang ada (siskamling, pengajian, dsb)
p. Turut serta untuk memajukan desa/lingkungannya
q. Mampu menyesuaikan cara dan gaya hidup masyarakat dengan lingkungan sekitar.

Sekali lagi terimakasih banyak untuk Bapak Darsana atas bimbingan dan ilmunya. Semoga Bapak sehat selalu dan diberikan kemudahan dalam setiap urusan.

Tidak ada komentar: